Islam di Republik Demokratik Kongo kini menjadi salah satu kekuatan sosial yang tumbuh paling pesat. Dengan jumlah pengikut mencapai 26 juta jiwa atau seperempat dari populasi negara, agama ini berkembang dalam waktu kurang dari dua abad. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh komunitas Muslim di wilayah timur, ditambah migrasi dari Afrika Barat, India, dan Timur Dekat.
Islam telah hadir di Kongo jauh sebelum kolonialisme Eropa dan berhasil menancapkan akar yang dalam di tengah masyarakat. Masjid-masjid bermunculan di kota-kota besar maupun pedesaan, menjadi pusat ibadah sekaligus wadah solidaritas sosial. Dinamika ini menunjukkan potensi besar umat Muslim Kongo dalam membentuk masa depan yang lebih inklusif.
Namun, perkembangan ini tidak lepas dari tantangan. Sejak awal, umat Muslim Kongo kerap terbelit perselisihan internal, terutama dalam perebutan jabatan di organisasi utama, Comico seperti Majelis Ulama versi Kongo. Persaingan tersebut kadang membuat energi umat terpecah. Meski begitu, optimisme tetap tinggi bahwa mekanisme baru dapat ditempuh untuk menyatukan langkah.
Pemerintah Republik Demokratik Kongo kini mengambil peran aktif. Presiden Félix Tshisekedi telah menyerukan agar para imam mengakhiri pertentangan dan fokus pada kepentingan umat. Langkah ini disambut positif karena menunjukkan pengakuan negara terhadap pentingnya komunitas Muslim dalam pembangunan nasional.
Perayaan Idulfitri di Goma pada 30 Maret lalu menjadi bukti bahwa persatuan itu bukan mustahil. Ribuan Muslim di kota tersebut menunaikan ibadah bersama, menyingkirkan perbedaan, bahkan di tengah kondisi keamanan yang sulit akibat konflik bersenjata yang mendirikan pemerintahan paralel oleh pemberontak. Momentum ini menghadirkan optimisme baru.
Di balik kisah perselisihan, terdapat contoh gemilang dari kota-kota lain. Di Kisangani dan Lubumbashi, umat Muslim berhasil bekerja sama dengan Comico secara efektif. Lebih dari 50 masjid berdiri di Lubumbashi, mencerminkan dinamika komunitas Muslim yang kuat dan produktif.
Islam di Kongo juga mulai menarik simpati dari masyarakat luas. Banyak orang Kongo yang sebelumnya menjadi jemaat gereja, kini memilih Islam karena merasa lebih nyaman dengan ajarannya yang sederhana dan kebersamaan yang ditawarkan. Fenomena ini menunjukkan daya tarik Islam yang semakin kuat.
Comico sebagai institusi Islam terbesar di Kongo memiliki peran vital. Organisasi ini mengelola dana pembangunan masjid, pendidikan imam, kegiatan sosial, hingga media Islam. Jika dikelola dengan baik, Comico dapat menjadi motor penggerak kebangkitan umat di seluruh negeri.
Memang, reputasi Comico sempat tercoreng oleh perebutan jabatan. Tetapi dengan reformasi yang tengah digagas, peluang untuk memperbaiki citra dan tata kelola terbuka lebar. Reformasi ini diharapkan dapat melahirkan mekanisme yang adil, transparan, dan berorientasi pada kemaslahatan umat.
Pemerintah juga melibatkan diri dengan membentuk komisi khusus untuk menyelesaikan krisis kepemimpinan di Comico. Komisi ini ditugaskan memetakan imam, masjid, dan aktivitas Islam di seluruh Kongo. Upaya ini menjadi dasar yang baik untuk membangun struktur keagamaan yang lebih solid.
Kementerian Kehakiman pun kini mewajibkan izin resmi untuk aktivitas keagamaan, termasuk pengangkatan imam. Aturan ini bukan dimaksudkan untuk membatasi, melainkan memastikan bahwa prosesnya berjalan tertib, menghindari konflik, dan memberi legitimasi yang sah kepada para pemimpin umat.
Dengan jumlah penganut yang besar, umat Muslim Kongo berpotensi menjadi jembatan dialog antaragama. Selama ini, identitas agama di Kongo kerap dipengaruhi kepentingan politik. Islam dapat tampil sebagai kekuatan moral yang menawarkan perdamaian dan persaudaraan.
Di tengah konflik dan kemiskinan yang masih melilit negeri, Islam memberi harapan. Masjid tidak hanya menjadi tempat shalat, tetapi juga pusat bantuan sosial, pendidikan, dan solidaritas bagi warga yang membutuhkan. Fungsi ini memperkuat posisi umat Muslim di hati masyarakat.
Meski angka resmi jumlah Muslim sempat diperdebatkan, realitas di lapangan tidak bisa dipungkiri. Kehadiran jutaan Muslim di berbagai daerah menjadi kenyataan sosial yang semakin sulit diabaikan. Usaha sebagian kelompok untuk mengecilkan angka tersebut tak mampu membendung pertumbuhan riil di lapangan.
Optimisme juga terlihat dari generasi muda Muslim Kongo. Mereka semakin aktif dalam pendidikan, teknologi, hingga gerakan sosial. Dengan semangat baru, mereka mendorong agar Islam tampil lebih modern, inklusif, dan berkontribusi dalam pembangunan nasional.
Jika mekanisme kepemimpinan bisa dikelola dengan baik, umat Muslim Kongo akan terbebas dari bayang-bayang konflik internal. Persatuan itu akan membuka ruang bagi peran lebih besar di bidang politik, ekonomi, dan sosial.
Kisah di Goma yang berhasil memendam perselisihan untuk sementara adalah contoh inspiratif. Bila semangat itu diperluas ke seluruh negeri, maka kebangkitan Islam di Kongo bukan sekadar impian, melainkan kenyataan.
Masa depan umat Muslim Kongo kini ditentukan oleh kemampuan mereka untuk mengelola perbedaan. Dengan struktur kepemimpinan yang transparan, akuntabel, dan demokratis, potensi besar yang ada akan sepenuhnya terwujud.
Islam di Kongo adalah kisah tentang harapan dan kebangkitan. Dari masa lalu yang penuh tantangan, umat Muslim kini menatap masa depan dengan semangat persatuan dan optimisme. Dengan arah yang benar, Kongo bisa menjadi salah satu pusat pertumbuhan Islam paling menjanjikan di Afrika.
Jejak Kesultanan Utetera di Jantung Kongo
Fenomena Islam di Kongo tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang interaksi dengan dunia Muslim Afrika Timur. Pada abad ke-19, lahirlah Kesultanan Utetera, juga dikenal sebagai negara milik Tippu Tip, seorang pedagang Swahili keturunan Arab dari Zanzibar.
Kesultanan ini berdiri pada tahun 1860 dan berpusat di Kasongo, wilayah yang kini masuk dalam Provinsi Maniema. Dari kota ini, Tippu Tip membangun kekuasaan yang meluas hingga ke Kasai timur dan lembah Aruwimi. Ia menguasai perdagangan gading, emas, dan komoditas lainnya, yang kala itu menjadi inti perdagangan paling berharga di Afrika Tengah.
Kesultanan Utetera memainkan peran penting dalam membuka jalur perdagangan internasional. Barang-barang dari pedalaman Kongo dibawa ke pantai timur Afrika, lalu diteruskan ke dunia Arab, India, hingga Eropa. Jejak peradaban Islam di Kongo semakin nyata melalui jaringan ini.
Tippu Tip bukan hanya seorang pedagang, tetapi juga penguasa yang diakui. Ia mengelola wilayah luas dengan struktur pemerintahan yang menyerupai negara kecil. Keberadaannya menandai babak penting Islam di pedalaman Afrika Tengah, di mana masjid, madrasah, dan komunitas Muslim mulai tumbuh.
Namun, kesultanan ini akhirnya harus tunduk pada tekanan kolonial. Pada 1887, Tippu Tip diangkat sebagai gubernur oleh Negara Bebas Kongo yang dikuasai Raja Leopold II dari Belgia. Kesultanan Utetera pun secara resmi dilebur, meski masih ada perlawanan dari tokoh seperti Rumaliza.
Selain Tippu Tip, ada juga sosok Sultan Djabir di Sungai Uele. Ia menolak membayar upeti kepada Negara Bebas Kongo, sehingga akhirnya mendirikan pemerintahan pengasingan di Sudan. Perlawanan semacam ini menunjukkan bahwa struktur kesultanan Islam di Kongo tidak hilang begitu saja, melainkan digantikan paksa oleh kolonialisme.
Pengaruh kolonial pada akhirnya menghentikan perkembangan independen sultan-sultan Muslim di Kongo. Namun, jejak mereka tetap terasa. Islam terus berkembang di bekas wilayah kekuasaan ini, meninggalkan warisan sosial, budaya, dan spiritual yang masih dikenang.
Sejarah Kesultanan Utetera juga memperlihatkan betapa Islam di Kongo bukan hanya hasil dakwah damai, tetapi juga terbentuk dari dinamika perdagangan global. Hubungan antara pedagang Swahili, Arab, dan masyarakat lokal memperkaya identitas Muslim Kongo hingga kini.
Warisan ini kini menjadi inspirasi bagi generasi Muslim Kongo modern. Mereka melihat masa lalu sebagai bukti bahwa Islam pernah menjadi kekuatan politik dan ekonomi yang penting di jantung Afrika. Dengan semangat optimisme, mereka ingin menghidupkan kembali peran itu dalam bentuk yang lebih sesuai dengan zaman.
Dengan demikian, perjalanan Islam di Kongo tidak hanya soal jumlah pemeluk yang kian bertambah, tetapi juga tentang warisan sejarah yang panjang. Dari Kesultanan Utetera hingga Comico, dari masjid di pedalaman hingga ibu kota Kinshasa, umat Muslim Kongo menatap masa depan dengan harapan besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar