Inggris Provokasi Revolusi di Hadramaut, Yaman, untuk Ingkar Bayar Utang ke Kesultanan Al Quaiti - Bali Hebat

Post Top Ad

Inggris Provokasi Revolusi di Hadramaut, Yaman, untuk Ingkar Bayar Utang ke Kesultanan Al Quaiti

Inggris Provokasi Revolusi di Hadramaut, Yaman, untuk Ingkar Bayar Utang ke Kesultanan Al Quaiti

Share This
Dalam sebuah wawancara dengan media lokal Yaman, Sultan Ghaleb Al Quaiti atau sering juga ditulis Sultan Ghalib Al Quaiti menjelaskan mengapa Inggris tega menghianati negara protektoratnya itu dengan membiarkan kelompok revolusi memgkudetanya.

Alasan utama adalah Inggris membuat kesepakagan tersembunyi dengan kaum revolusi untuk menyerahkan kekuasaan kepada mereka dengan balasan mereka tak mengikhlaskan dan tak mengungkit miliaran poundsterling utang atau setoran wajib Inggris kepada Sultan.

Pada tahun 1960-an Kesultanan Al Quaiti merupakan yang termakmur di antara negara dan sheikhdom yang ada di konfederasi negara Hadramaut.

Mereka sudah mempunyai industri migas yang dikelola Inggris dengan setoran sekitar 260 juta poundsterling pertahun.

Kesultanan Al Quaiti menyimpan kekayaan dan devisa nasional tersebut di Inggris sampai akhirnya menyerahkan kekuasaan ke kelompok revolusioner atau fron nasional.

Mirip dengan apa yang terjadi di Afghanistan tahun lalu, saat AS membiarkan Taliban berkuasa yang ternyata agar cadangan devisa Afghanistan di AS dibekukan dan disita secara sepihak.

Sultan Ghaleb menyebut intelijen kesultanan berhasil menemukan kelompok revolusiner binaan Inggris itu yang jumlahnya tak lebih dari 100 orang.

Namun, karena dianggap tidak menjadi ancaman eksistensi mereka dibiarkan hingga akhirnya sebuah revolusi di Aden ibukota Arabia Selatan terjadi.

Inggris lalu angkat kaki dan mengetahui revolusi tersebut merembet ke Hadramaut. Belakangan baik Arabia Selatan dan Hadramaut bergabung menjadi Yaman Selatan yang akhirnya bergabung dengan Yaman untuk menjadi satu negara pada 1994.

Semua pejabat kesultanan Al Quaiti mengungsi ke Jeddah setelah opsi untuk bergabung dengan Arab Saudi juga tidak memungkinkan.

Begitu juga Negara Al Katiri dan keemiran lainnya yang menjadi negara bagian di Konfederasi Hadramaut.

Pada saat ini khususnya di 2022, sentimen publik di Hadramaut kembali memuncak untuk kembalinya para Sultan dan Emir memerintah di Hadramaut.

Hal itu karena selama ini Yaman gagal meningkatkan pembangunan dan kemajuan di wilayah tersebut.

Munculnya kelompok Houthi yang gagal dikalahkan pemerintah serta berdirinya dewan transisi Yaman Selatan atau STC membuat Hadramaut semakin tertinggal dan menjadi ajang rebutan berbagai pihak.

Wajar rakyat di Hadramaut memilih untuk mengembalikan sistem kesultanan dan keemiran yang dulu pernah berjaya.

Bukan tak mungkin dengan kembalinya para sultan dan emir berkuasa, ekonomi akan bangkit karena keluarga bangsawan itu kini banyak yang menjadi crazy rich dan miliarder di luar negeri.

Kesultanan Al Quaiti juga bisa mengklaim kembali utang Inggris yang belum dibayarkan.

Seperti kejadian Kesultanan Sulu yang menagih utang ke Malaysia atas sewa Sabah. Sebuah pengadilan Perancis mengijinkan pengacara Kesultanan Sulu mengambil alih asset Malaysia di luar negeri untuk membayar utang tersebut.

Namun untuk mendirikan kembali kesultanan dan keemiran itu, yang paling tepatnya adalah di bawah Daerah Otonomi Lembah Hadramaut yang kini kondisinya sangat terpuruk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Pages